Minggu, 11 Januari 2015

JEJAK SEMERU





12 agustus 2013
Suatu objek terekam oleh retina mata , menerawang di pelupuk mataku dengan biasan lampu temaram di depan pintu belasan keril berbaris dengan acak bersanding peralatan seperti nesting kompor, matras dll, malam ini kami ber duapuluh menyiapkan perbekalan dan myiapkan diri untuk suatu perjalanan yang penuh arti, tentang memaknai hidup, tentang alam, dan tentang pertemanan, yang di kemas dalam cerita kecil kami, semeru destinasi yang sudah ada di rongga-rongga otak sejak setahun sebelum malam ini, akhirnya dapat kami aplikasikan dalam balutan kebersamaan kami berduapuluhlima, 5 orang sahabat kami yang menunggu di meeting point malang berkordinasi dengan kami di Jakarta, pukul 19.00 hingga 05.00 kami habiskan waktu dengan menyiapkan perbekalan dan persiapan mental menhadapi ganasnya atmosfer semeru , hari itu di selimuti oleh mimpi di atas awan dan kebersamaan kami di balut dalam temaram lampu rumah kawan kami di  sudut kota Jakarta 

13 agustus 2013
Pukul 05.00 sebagian dari kami belum terlelap , sebagian masih berselimut mimpi di peraduannya, sebagian dari kami mengecek ulang perbekalan dan persiapan teknis , pukul 10.00 pagi aku, baom, jalu nada, acim, nadia, mamo, fajry, cano, ricky ncek, banu, dila, acup, fera, imam, dede, yogi, dika dan ridwan, bersiap untuk teknis pemberangkatan menuju stasiun, pukul 10.30, kami beranjak menyeretkan kaki menuju stasiun psar senen Jakarta, setibanya di sana ratusan orang mengenakan tas keril berjalan terpogoh-pogoh menuju pintu masuk stasiun , tak ada koper tak ada kerdus hanya tas keril dan daypack menghiasi atap atap gerbong di 3 gerbong paling belakang, canda tawa dan hangatnya kebersamaan kami lakukan untuk membunuh kebosanan di dalam gerbong, hingga sore menampakan temaramnya, hingga senja bercumbu elok dengan gumarang di ufuk barat bumi, tak terasa gelap pun jatuh di ujung sore kami masih menghiasi bibir dengan bualan dan canda tawa di dalam gerbong hingga satu persatu dari kami terpejam meniti mimpi di ujung langit yang pekat di tengah sawah perjalanan malang. 

14 agustus 2013  
Pagi ini kami berada di tempat yang berbeda, tak kurasakan kemacetan yang mengular di cililitan, tak kumelihat debu ganas metromini di perempatan kp.melayu, aku terlelap dengan jalan yang terpogoh menyeretkan kaki berusaha untuk berontak dari lelapnya mimpi, aku lihat beberapa teman sedang di sambungan gerbong menarik dalam rokoknya sambil tertawa dan bercengkrama kuhampiri mereka dengan bermodalkan korek api , arlojiku menunjukan pukul 5.30 satu setengahjam lagi kuda besi yang kami naiki akann tiba di malang seperti yang tertera di tiket, retina mataku menangkap objek perumahan penduduk yang berderet  anggun di pelataran rel kereta api di padukan dengan hijaunya sawah , tegapnya perbukitan di guyur dengan hamparan sinar mentari pagi menambah ke eksotisan perjalanan ini , sunguh pagi yang indah di pinggiran kota malang, di ujung sana aku  melihat bangunan stasiun berdiri menyambut kami, tertera plank yang bertuliskan “st.malang” menandakan akhir perjalanan menunggangi kuda besi sekaligus awal perjalanan yang sesungguhnya , kami bergegas mempersiapkan perbekalan mengangkat satu persatu keril yang kami sebut “lemari es” keluar gerbong , pukul 08.00kami tiba di malang , melenturkan sedikit otot otot yang mulai kusut karena lamanya duduk di dalam gerbong, 3 teman kami menunggu di luar kirana, dwi, dan edi menyapa dari kejauhan dan berjalan dengan keril di pundak yang langsung bergabung dengan kawanan , perjalanan menuju semeru kami lanjutkan dengan tujuan pasar tumpang dengan angkot yang kami carter 25 orang beranjak dengan ribuan tekad di dada
Pukul 10.00 Pasar tumpang sudah di pelupuk mata, kami bergegas turun dan bersiap melanjutkan perjalanan ke ranupani desa trakhir sekaligus shelter pendakian gunung semeru , dengan birokrasi dan estimasi waktu yg ckup memakan waktu pukul 14.00 kami berduapuluhlima menaikan satu persatu keril yang penunh muatan ke badan truk sekaligus menandakan perjalanan pasar tumpang-ranu pani dimulai , seperti janji tuhan kepada manusia “semakin tinggi kamu melangkah semakin indah yang akan kau dapat” rasanya benar benar kami rasakan, hamparan savanna berjejer rapi di kaki bukit, dengan damai gumpalan awan tipis mengapung di belakangnya, dengan eloknya indah mahameru mengintip seolah mengundang kami untuk mencumbui pasirnya , tak berhenti kami berdecak kagum melihat Indonesia dari dekat , rasa bangga terhadap negeri ini ketika semua hancur oleh kerakusan dan ketamakan para birokrat hanya alamu yang masih menghiasi merah dan putih di langit nusantara,
Sang surya mengintip malu di balik awan ranu pane yang sudah menyerong ke barat , sore itu pukul 16.00 kami tiba di desa kecil yang indah di kaki semeru, mengurus administrasi dan birokrasi pendakian semeru , sebagian dari kami menyiapkan tempat untuk kami bermalam, hawa dingin ranupane berhembus lembut menyapa tubuh tubuh setiap orang yang di jumpainya seraya kami yang berbagi kehagatan di pendopo dekat basecamp, malam berbintang di ranu pane kami rajut dengan asa menembus rimba semeru .

15 agustus 2013
Danau di ranu pani masih berasap, sebuah reaksi dingin yang di guyur hangatnya mentari pagi menandakan dinginnya malam semalam di ranupane , kami ber25 bergegas menyiapkan teknis pendakian sekaligus perbekalaan saat trekking, membagi menjadi 4 tim dengan sela 5 menit pemberangkatan, sepanjang jalan puluhan pendaki berjalan beriringan sebuah efek magis yang ditularkan oleh sebuah film yang mengeksplorasi semeru, semoga kami tidak , hari itu jalur semeru penuh debu bukan karena faktor alam tapi karena puluhan bahkan ratusa pendaki berangkat dan berjalan beriringan , dengan langkah gontay kami menargetkan ranu kumbolo sebagai destinasi camp kami yang pertama,arlojiku menunjukan pukul  3 sore ketika kami semua menapakan kaki di ranu kumbolo, sebagian mendirikan tenda sebagian memasak tetapi dua manusia ajaib acup dan kirana memilih untuk berburu ikan kecil di pinggiran danau, mataku menyapu ke barisan bukit di sekeliling danau sebuah ranu yang indah di balut dengan barisan bukit di selimuti rumput laksana permadani , surga dunia tepat di pelupuk mataku ,
Suara takbir sayup sayup terdengar, hari itu lembayung sore mengintip malu di jejeran bukit di ufuk barat, malam mulai menyelimuti ranu kumbolo yang semakin ramai, puluhan bintang , bahkan ratusan mulai menampakan dirinya bertabur acak di langit ranukumbolo yang indah, ratusan sinar senter berjajar turun dari punggung bukit laksana kunang-kunang yang tiada henti seraya puluhan manusia menapakan kaki di ranukumbolo ini, malam itu kami balut dengan hangatnya api unggun dan kebersamaan di ranu kumbolo yang indah, keningku mengkerut merasakan apa yang terjadi terdampar di tempat seindah ini serasa di surga dunia , 

16 agustus 2013
Pukul 06.00 danau itu masih belum terllihat asap mengapung di atasanya seperti menyelimuti dinginnya ranu dengan kabut, gigiku mengkerut mencoba melawan dingin yang semakin menusuk, sebagian teman sudah terjaga dengan teh dan kopi di tangan, sebagian merapatkan barisan di deretan api menncari kehangatan yang hilang semalam, aku memilih tidur kembali
Kelopak mataku terbuka ketika secerca sinar mulai masuk ke runang-ruang kosong tendaku, menyapa hangat dengan derainya sinar pagi, berusaha berontak dari nyaman dalam tenda dengan langkah terpogoh aku menghampiri kopi yang sedari tadi melambai menggoda,
Semua orang dengan kesibukannya mulai menderapkan langkah kakinya, packing, menggelar tenda, bertegur sapa memasak bahkan memancing aku rasa kehidupan kota berpindah tempat, keasrian dan kealamian gunung tercemar ketika mataku menyapu di sekeliling banyak sampah yang ditinggalkan, sampai perbuatan keji mencemari danau dengan mandi dan keramas,mereka yang melakukan kegiatan tanpa tau ideology dan makna dari mendaki gunung, sungguh efek magis sebuah film, semoga kami tidak 
 16 agustus kami habiskan waktu bersama ranu kumbolo yang kurang bersahabat karena kotor sampah dan limbah, tapi tak kami lewatkan sedetikpun tanpa keindahan semeru beserta isinya , hingga pagi berganti malam , hingga gelap menyergap terang, -5 derajat celcius kami balut dengan hangatnya kebersamaan di tengah ranu yang beku ,  


17 agustus 2013 
Sang fajar belum sepenuhnya menampakan diri, masih mengintip malu di sela bukit di ufuk timur, tetapi dapat kami rasakan sinarnya mengguyur permukaan wajah kami yang dingin, hari ini sejarah besar terukir di hidup kami, sebuah apresiasi kepada negeri yang permai ini, sebuah tindakan yang menunjukan sejauh mana eksistensi kammi berdiri menghargai negeri ini, sang saka merah putih terkepal di tangan, ratusan manusia berbaris rapi berjajar di sekeliling danau mengitari sebuah tiang , rasa haru dan bangga tak dapat terwakili oleh untaian kata ketika menyanyikan lagu kebangsaan tegak berdiri dan hormat kepada sang merah putih benar-benar membuat lutut kami bergetar menjalar ke seluruh rongga badan hingga hati kami pun bergetar, hingga sang saka berkibar di tiang tertinggi ranu kumbolo kami berdecak kagum kepada alam nusantara ini , hanya alamu yang masih bisa mewarnai  merah dan putih di langit nusantara,
Takjub akan pengibaran sang saka di atas 2500mdpl , kami bersiap untuk melanjutkan perjalanan menuju kalimati, puncak bukan tujuan utama kami, kembali dengan selamat adalah hal yang mutlak dan wajib bagi perjalanan kami, derapp langkah kami berduapuluh lima bercampur debu ketika melewati tanjakan cinta menuju oro-oro ombo, dataran landai lembah memnjakan mata kami dengan lukisan alam ranu kumbolo di belakang kami, derap kaki kulanjutkan dengan menuruni bukit melwati oro-oro ombo dengan lavender yang sedang tidak mekar, tanjakan yang cukup menguras tenaga menuju pos jambangan di bayar kontan ketika kaki berpijak di sana, begitu indahnya mahameru sang puncak abadi para dewa berdiri tegap di depan retina kami yang sesekali meletupkan material fulkanik menambah decak kagum kami ,  perjalanan ke kalimati kali ini di temani oleh mahameru yang mengintip malu di balik awan yang menggantungm seolah merayu untuk mencumbui pasirnya ,
KALIMATI
Sudah puluhan manusia mendirikan tenda bersenda gurau dan lain lain, ketika kami menginjakan kaki di kalimati arlojiku menunjukan pukul 15.00 , Sebagian dari kami sibuk membangun tenda, sebagian menyiapkan urusan dapur, dan sebagian sibuk dengan urusan kamarmandinya ,
Unyahan permen karet di mulutku tidak cukup untuk menahan geratan di gigiku akibat dingin, aku memutuskan bergabung bersama yang lainnya dekat dengan sumber api, istirahat total sampai pukul 22.00 itu yang akan dijalani kami untuk persiapan summit attack kami , hanya hawa beku dan angin dingin kalimati yang kami lawan hari itu, pukul 22.00 mataku sudah harus terbangun dari nyamannya sleepingbag kami sibuk saling membangunkan rekanrekan yang masih terlelap, malam ini adalah malam dimana kami melakukan perjalanan yang sebenarnya, 25 orang meneguhkan hati merendahkan hati berbaris melingkar berselimut doa, salah satu kawan kami menjelaskan teknis saat summit attack , kami melawan dingin dengan saling merangkul, bukan gunung yang di takluki, manusia terlalu sombong jika menaklukan gunung, tapi taklukanlah diri sendiri dari rasa ego, dengan raendah hati dan keteguhannya kami melanjutkan perjalanan ke puncak , sungguh di luar perkiraan kami jalan ke puncak amat terjal dan macet akibat terlalu banyaknya manusia yang ingin kepuncak malam itu, 30 menit kami berdiam diri tanpa tenda tanpa api, hanya sembar jaket di badan kami , melihat estimasi waktu yang tidak cukup dan lamanya kami berdiam diri kami secara dewasa memutuskan utuk turun ke kalimati tanpa mau mengambil resiko yang lebih brbahaya, -15 derajat malam itu kami bergegas turun agar darah dalam tubuh kami tidak beku  

18agustus 2013
Hangat mentari pagi menyiari kawasan kalimati dan sekitarnya, kami mencari sinarnya yang terhambur ke padang rumput kalimati, hari itu kami memutuskan turun setelah apa yang dilewati bersama, semeru telah mengajarkan pelajaran berarti di hidup kami 25 orang merajut kebersamaan dalam hangatnya tenda,  berbagi peluh bersama, berbagi suka dan duka bersama , mengajarkan kami arti berbagi, cinta,mimpi, kebersamaan terukir di semeru malam hari kami sudah di truk menuju pasar tumpang, ribuan cerita terukir di memori, sebagian kami terlelap bersama mimpi terbang ke ranu kumbolo, kalimati dan atas apa yang telah dilewati , 



Keindahan semeru beserta ceritanya terukir di antara bait bait perjalanan hidup seorang aku , hutannya memberikan kesejukan , danaunya yang biru memberikan ketenangan puncaknya yang indah memberikan kemegahan sekaligus tanda “kecilnya” manusia di hadapan sang pencipta , keindahan alam semeru akan lebih baik jika kesadaran para pendaki menjaga etika kepada alam , karena alam ini hidup, ala mini bernafas, ketika mereka di perlakukan tidak adil maka akan dib alas dengan caranya sendiri , untuk itu perlunya kesadaran bagi para pendaki bahwa selayaknya kita jangan hanya menjadi seorang penikmat alam tapi kita perlu mencintai alam agar alam membalas kebaikan kita dengan caranya sendiri
 

1 komentar:

  1. Halo Satrio! :D

    Tulisanmu cukup bagus. Pilihan diksinya sangat menarik. Ada satu hal yang menjadi perhatian, yaitu kamu menggunakan kalimat yang terlalu panjang. Satu paragraf hanya terdiri dari satu kalimat yang super panjang. Apakah hal tersebut disengaja? Soalnya aku memang tidak melihat tanda titik sama sekali di tulisan ini.

    Tulisanmu akan jauh lebih ramah bagi pembaca jika kamu memecah kalimat majemuk yang terlalu panjang menjadi beberapa kalimat yang lebih sederhana. Dengan demikian, pembaca tidak akan mudah lelah membaca diksimu yang unik dan bisa tetap meneruskan membaca hingga kalimat yang terakhir.

    Overall, it's a good job!

    Oh iya, aku owner dari CariPenulis.com (@CariPenulis_Com on Twitter)

    Semangat menulis! ;)

    BalasHapus